Rabu, 11 November 2020

Industri TV saat ini tanpa disadari atau tidak oleh kita,  telah menjadi mendarah daging di dalam kehidupan kita. Di mana setiap waktu, setiap menit, setiap detik kita pasti akan menghabiskan waktu yang kita punya untuk berada di depan layar televisi. 

Sayangnya pada saat sekarang ini, tayangan-tayangan yang kita santap dan kita nikmati  setiap hari seringkali tidak layak untuk dikonsumsi.  Ada berbagai adegan kekerasan dan mistik yang sering kali menjadi tontonan dan hiburan kita setiap harinya. 

Apa yang kita lihat dan didengar oleh telinga dapat terekam secara sadar ataupun tidak sadar di dalam alam bawah sadar yang tentunya bila dikonsumsumsi terlalu banyak akan berdampak buruk bagi suatu individu dan orang lain.  

Televisi seringkali terkait erat dengan yang namanya rating, semakin  tinggi rating suatu acara ataupun program di televisi tersebut, malahan menjadi suatu pertanda awalnya dari suatu kesuksesan acara ataupun program dan stasiun TV tersebut. 

Rating adalah jumlah orang yang menonton suatu program televisi terhadap populasi televisi yang dipersentasikan. Namun seringkali tayangan yang berkualitas yang menambah ilmu pengetahuan dan kebudayaan justru memiliki rating paling rendah. 

Contoh tayangan dengan rating tinggi tapi kualitas rendah: 
- Putri yang di Tukar (RCTI), 
- Uya Emang Kuya (SCTV), 
- Opera Van Java (OVJ) (Trans 7),
- dll

Sebaliknya tayangan yang berkualitas tinggi tapi rating rendah: 
- Kick Andy(Metro TV), 
- Oasis (Metro TV), 
- Dunia Binatang (Trans 7).  

Tayang tersebut seringkali dapat mempengaruhi kehidupan kita. Tidak heran, ketika suatu individu memberikan suatu pendapat ataupun opini tentang informasi aktual, yang berguna seringkali kita berpendapat  berdasarkan apa yang telah kita lihat atau dengar dari sebuah media yang kita dengarkan. 

Dengan kata lain seringkali televisi mempengaruhi opini yang terdapat di suatu kelompok, baik kelompok kecil ataupun kelompok besar. Seringkali kelompok besar ini menjadi suara mayoritas, suara yang seringkali di dengar oleh kelompok lainnya. 

Ketika kita berbicara mengenai opini ataupun pendapat, kita pasti akan berbicara ataupun membahas yang namanya agenda setting. Agenda setting adalah upaya yang dilakukan oleh suatu media dalam memilih       suatu informasi apa saja yang akan di-publish untuk dibagikan kepada khalayak publik. 

Apa yang kita tonton di rumah sesungguhnya telah direncanakan terlebih dulu oleh media. 

Untuk mengimbangi pengaruh TV maka diperlukan suatu badan yang dapat membatasi pengaruh TV termasuk dalam konten siarannya. 

Badan inilah yang dinamakan dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). 

KPI sebagai lembaga negara yang bersifat independen mengatur hal-hal mengenai penyiaran (Pasal 7 UU 32/2002). Namun faktanya, KPI hanya mengurusi isi siaran.  

Dr. Iswandi menyatakan bahwa ada “6 S” bahaya TV, yakni: Sara, Saru (Seks/pornografi),Sadis (Kekerasan), Sihir (Mistik), Sedih, Susah. 

Jika setiap hari kita menonton tayangan berbau sadis, dikhawatirkan dalam alam bawah sadar, pemikiran kita telah terkontaminasi. 

Untuk meminimalkan terjadinya hal ini maka KPI memiliki kewenangan menjatuhkan sanksi (Pasal 55 UU 32/2002) berupa :
–     teguran tertulis; 
–     penghentian sementara 
–     pembatasan durasi dan waktu siaran;
–     denda administratif;
–     pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu; 
–    tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran; 
–     pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran. 

Namun fakta yang ada di lapangan dan kehidupan sehari-hari,  tidak semua sanksi bisa diterapkan terutama media yang paling sulit untuk disentuh.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More